Legenda Parapat: Kisah Seorang Gadis yang Berubah Menjadi Batu

Parapat, kota yang terletak di tepi Danau Toba. Kota ini merupakan pintu gerbang menuju Pulau Samosir, jantung budaya masyarakat Batak.

INDONESIA

12/8/2024

Menjadi anak perempuan di keluarga Batak itu kayak main level game tradisi yang nggak pernah tamat. Adat istiadat? Check. Tanggung jawab? Double check. Tapi hidup di tengah hiruk-pikuk ibu kota bikin saya lebih sering nge-scroll TikTok daripada ingat urutan tarian tortor. Jadinya, adat Batak lebih sering hadir sebagai cerita rakyat seru dan mitos-mitos ajaib—kayak dongeng sebelum tidur.

Parapat itu kayak gerbang rahasia ke dunia magis penuh cerita, tradisi, dan pemandangan yang bikin lupa masalah kantor. Terletak di tepi Danau Toba, kamu bisa naik feri atau speedboat menuju kota ini. Parapat juga merupakan pintu gerbangnya Pulau Samosir—alias pusat budaya Batak berada.

Di Parapat, air danaunya biru. Ditambah lagi, gunung-gunung hijau di sekitarnya seperti pengawal setia Danau Toba, memberikan sentuhan epik ke setiap sudutnya.

Baca Juga: Tuhan Tersenyum Ketika Menciptakan Raja Ampat

Mengungkap Legenda Batu Gantung Parapat

Dahulu kala, di sebuah desa kecil dekat Danau Toba, hiduplah seorang petani miskin dengan putrinya yang ceria. Gadis ini punya partner in crime terbaik: seekor anjing yang setia, selalu ikut ke mana pun dia pergi. Tapi, di balik kebahagiaan itu, ada kisah menyayat hati yang membuat si gadis bersedih. Ayahnya punya utang segunung sama pedagang kaya dan licik. Si petani diwajibkan untuk menjodohkan anaknya sama si pedagang, kalau mau semua hutangnya lunas.

Sayangnya, si gadis ini ternyata sudah punya tambatan hati: pemuda pemberani yang lagi merantau, sedang menabung buat modal nikah. Setiap malam, gadis itu berlutut di samping tempat tidurnya, air mata mengalir di wajahnya saat ia memohon kepada Tuhan untuk jalan keluar.

Keputusan ayahnya menghancurkan semangatnya, dan pernikahan yang akan segera terjadi dengan pedagang itu terasa seperti hukuman. Karena tidak sanggup menanggung pikiran tentang hidup tanpa kekasihnya, ia membuat keputusan yang nekat—ia kabur dari rumah.

Anjingnya yang setia, mengikuti ia berlari. Air mata mengaburkan pandangannya saat ia berlari semakin jauh, isak tangisnya menggema di tebing-tebing Danau Toba yang menjulang tinggi. Dia mencapai tepian, danau luas yang terbentang tanpa henti di hadapannya, dan ia pun jatuh berlutut.

Namun tiba-tiba, tanah di bawahnya bergetar hebat. Gemuruh keras memenuhi udara dan muncul lubang menganga menembus bumi tepat di depannya. Dia menjerit, mencakar tepinya saat dia terjatuh. Entah bagaimana, dia berhasil meraih sebuah batu bergerigi, jari-jarinya gemetar saat dia bergelantungan di jurang yang gelap.

Anjing itu berlari panik ke desa, menggonggong keras hingga membangunkan warga. Sang ayah dan penduduk mengikuti anjing itu ke tebing, wajah mereka dipenuhi kengerian. Di sana, mereka melihat gadis itu tergantung di tepi, jari-jarinya nyaris terlepas.

"Bertahanlah!" teriak ayahnya. Namun, genggamannya melemah. Gadis itu jatuh ke dalam gelap, disusul anjingnya yang melompat tanpa ragu, mengejar tuannya menuju kehampaan.

Si gadis tahu ajalnya semakin dekat. Dengan tubuh gemetar dan air mata mengalir deras, dia menatap gelap yang hendak menelannya. Dalam keputusasaan, dia memohon dengan segenap hatinya.

"Parapat, batu parapatlah!" serunya, suaranya menggema di kehampaan. Kata-kata itu berarti, "Merapatlah, batu, merapatlah!". Tiba-tiba, bumi bergemuruh hebat. Batu-batu di tebing bergerak, seolah mendengar panggilannya. Dalam dentuman yang menggema, dinding tebing runtuh, dan lubang menganga itu menutup perlahan. Saat debu mereda, keajaiban pun terungkap.

Di tebing itu, terbentuk sosok gadis yang melompat, tangannya terentang, dengan anjing setianya di sisinya. Patung alam itu tampak begitu hidup, seperti mengabadikan momen terakhir mereka selamanya.

Penduduk desa memandang penuh takjub. Mereka percaya, doa si gadis telah dijawab oleh kekuatan ilahi, menyatu dengan alam. Untuk mengenang kisahnya, tempat itu dinamai Parapat. Kini, Batu Gantung di tebing Danau Toba menjadi saksi bisu legenda tersebut, menarik ribuan pengunjung yang ingin melihat keajaiban dan merasakan kisah haru yang tak lekang oleh waktu.

Bagaimana Cara ke Parapat?

Perjalanan ke Parapat bisa kamu mulai dari kota Medan. Sewa mobil atau naik shared taxi untuk perjalanan ke Danau Toba, yang memakan waktu 5 jam. Terletak di dekat Pulau Samosir, Parapat merupakan pintu gerbang budaya Batak.

Kalau kamu butuh akomodasi, Danau Toba International Cottage Parapat sangat direkomendasikan. Lokasinya yang strategis menawarkan akses mudah ke Parapat dan Pulau Samosir, menjadikannya tempat yang sempurna untuk menjelajahi keindahan Danau Toba.

Untuk melihat dari dekat Batu Gantung, sewalah speedboat yang berlabuh di sepanjang tepi danau. Kalau mau yang lebih hemat, ada opsi feri yang berlabuh di Pulau Samosir dan kamu bisa menikmati pemandangan Batu Gantung dari kejauhan.

Saat menyusuri danau, kamu mungkin akan bertemu dengan "penyelam koin"—anak-anak yang dengan cekatan berenang untuk mengambil koin yang dilempar ke dalam air. Kelincahan dan kegembiraan mereka menambah daya tarik unik pada perjalanan, menjadikannya pengalaman yang tak terlupakan.

Kamu juga bisa sewa jet ski atau kayak untuk menjelajahi hamparan Danau Toba yang luas. Parapat menawarkan destinasi alam yang indah dan budaya Indonesia.